#navbar-iframe { height:0px; visibility: hidden; display: none; }
FAKOKI, PASREFI, GURABESI DAN MASA KEJAYAAN PAPUA (sebuah Catatan Eksistensi Suku Sawai dari Tanah Papua) Jauh sebelum Kesultanan Tidore muncul dan berpengaruh di Maluku Utara sekitar awal abad ke-16, kawasan Papua bagian Baratlaut dan bagian Utara (sampai di Sarmi), raja-raja dan pahlawan-pahlawan perang Papua sudah menunjukkan kekuatan, kuasa, dan kejayaannya, bahkan sampai di Maluku, Gorontalo, dan Timor. Itulah masa orang Papua masih menikmati kemerdekaannya. Selain raja-raja Papua, tokoh-tokoh masa lampau lainnya asal Papua yang mengharumkan nama orang Papua sebelum dan selama masa kesultanan Tidore mencakup tiga orang pahlawan perang asal Biak yang kemudian menetap di kepulauan yang sekarang bernama Raja Ampat sebagai imigran-imigran atau keturunannya di sana: Fakoki, Pasrefi, dan Gurabesi. Fakoki dan Pasrefi adalah perompak-perompak di Raja Ampat, Maluku, dan Timor. Bersama perompak-perompak Papua lainnya asal Biak tapi tinggal di Raja Ampat, mereka melakukan berbagai rak, pelayaran perampokan yang menakutkan dan menghancurkan di kawasan- kawasan ini. Para lelaki dewasa ini membunuh lelaki tapi menawan wanita dari musuh yang mereka serang, menangkap budak-budak di kawasan-kawasan ini, dan menghancurkan harta milik musuhnya. Tidak ketinggalan banyak perang yang mereka adakan dengan suku Sawai atau Patani di Halmahera Timur dan Seram Utara. Suku Sawai sebenarnya adalah imigran-imigran asal Biak yang sudah menetap di Patani dan Seram Utara jauh sebelum Fakoki dan Pasrefi mencapai masa ketenaran dan kejayaannya. Tapi Fakoki dan Pasrefi serta anggota-anggota sesukunya akhirnya dikalahkan suku Sawai dengan banutuan penduduk Gebe. Untuk pertama kali, kemerdekaan mereka hilang ketika mereka menjadi bagian dari Tidore. Gurabesi, seorang pahlawan perang legendaris asal Biak, masih mengharumkan nama Papua sesudah Fakoki dan Pasrefi. Berkat keberanian, kecerdikan, dan kekuatan gaibnya, dia bersama para pendayung sekaligus prajuritnya asal Biak berhasil mengalahkan musuh Tidore. Sebagai ganjaran atas pertolongannya dalam menyelamatakan kesultanan Tidore, dia kawin dengan Boki Taibah, puteri Ciliaci, Sultan Tidore pertama yang memakai jasanya dalam perang tadi. Gurabesi lalu diangkat menjadi raja atau kolano, semacam wakil sultan, di Pulau-Pulau Papua, kemudian dikenal sebagai Kepulauan Raja Ampat. Bersama isterinya, mereka tinggal di "istana" mereka di pulau Waigeo. Mereka kemudian memperoleh empat orang anak lelaki yang lahir dari empat telur. Keempat putera itu lalu menjadi raja atau Pulau-Pulau Papua. Pulau-pulau ini kemudian disebut Kepulauan Raja Ampat, nama yang bertahan sampai sekarang. Sejak Gurabesi diangkat menjadi wakil Tidore, kemerdekaan orang Papua untuk pertama kalinya di bawah kekuasaan asing. Zaman Belanda, murid-murid Papua di sekolah-sekolah kenal Mambri (Panglima Perang) Gurabesi asal Biak itu melalui suatu nyanyian dalam buku nyanyian bernama Seruling Mas (terbitan 1958) susunan Tete Pendeta I.S. Kijne berjudul Gurabesi. Lagunya hidup, mirip mars. Dua dari sekian baitnya begini (dengan memakai ejaan bahasa Indonesia masa kini): Gurabesi telah mendaki bukit tinggi/ Gurabesi telah mendaki bukit tinggi/ Gurabesi telah lihat hongi, musuhnya/ Hura, mambriku, hura!/ Jangan meratap, jangan menangis/ Sekali pulang sobatmu/ Jangan meratap, jangan menangis/ Sekali pulang sobatmu. Gurabesi memang dan musuh sudah lari/ Gurabesi menang dan musuh sudah lari/ Gurabesi menang atas hongi, musuhnya/ Hura, mambriku, hura!/ Jangan meratap, jangan menangis/ Sekali pulang sobatmu/ Jangan meratap, jangan menangis/ Sekali pulang sobatmu. Pahlawan perang legendaris sekitar abad ke-15 ini adalah sekutu perang Ciliaci, Sultan Tidore. Bersama tentaranya asal Biak, Gurabesi berhasil membunuh musuh-musuh sang sultan dengan cuma satu anak panah ajaibnya! Dia lalu kawin dengan Boki Tabai, puteri sultan itu, dan menjadi wakil sultan di kawasan yang sekarang bernama Raja Ampat. Nama kepulauan ini pun berasal dari keempat putera Gurabesi yang kemudian menjadi raja-raja atas empat pulau besar di kawasan itu. Masa kini, nama Gurabesi dikenang melalui nama suatu jalan di Jayapura/ Abepura. Tapi siapa dan apa sebenarnya Gurabesi? Mengapa dia mengadakan persekutuan perang dengan Sultan Tidore? Apa kehebatan dan kekurangannya? Bacalah nanti suatu cerita menawan tentang Gurabesi dan para pengikutnya yang membantu dia menang atas musuh-musuh Tidore. Legenda ini diceritakan kembali dengan sangat menarik dalam bahasa Inggris dan sebentar lagi akan muncul dalam http:// evergreentropicalstories.blogspot.com yang sudah kita tahu. Cerita ini akan diawali suatu esei lain tentang hubungan masa lampau antara Kesultanan Tidore dan Irian bagian Barat dan Utara di masa lampau dan akibat-akibatnya kemudian hari bagi orang Irian, ribuan di antaranya tidak kembali ke tanah asalnya.

No comments:

Post a Comment