Legenda Legae Cekel (Tetua Cekel) adalah seorang Kapita (orang berilmu) dari Suku Sawai (suku asli pedalaman Halmahera Tengah). Konon Suku Sawai adalah suku liar yang terkenal sangat kejam dan ditakuti di dataran halmahera bahkan sampai di Raja Ampat. Keterangan mengenai kekejaman Suku Sawai pernah ditulis pada salah satu site milik saudaraku di Raja Ampat (www.yaswarau.com). Namun sampai saat ini belum ada arsip atau keterangan yang jelas mengenai asal mula suku ini. Namun kemudian dikenal dengan nama suku sawai karena dinamakan oleh Sultan Tidore.
Ada Cerita Rakyat yang menuturkan bahwa konon pernah diadakan rapat besar di kesultanan Tidore masa itu, dan semua elemen Adat yang ada dalam wilayah kesultanan Tidore diundang untuk menghadiri rapat dimaksud. Semua pemuka Adat dan Bobato kesultanan telah hadir. Tapi ternyata rapat belum dapat dilaksanakan karena utusan dari Suku Sawai belum hadir. Konon untuk dapat menghadiri Rapat di kesultanan Tidore ini, Legae Cekel dengan kebesaran ilmunya, menyeberangi laut tanpa perahu/sampan. Dia menggunakan galah untuk melompat dari Desa Akelamo ke atas atol (depan Kel. Tongowai) yang sengaja dia munculkan sebagai tumpuan kedua sebelum mencapai pulau tidore.
Ketika sampai di depan pendopo kesultanan Tidore dan disambut oleh kerabat Istana yang lain, beliau tidak langsung masuk namun duduk di teras beranda sambil menggoyang-goyang kaki dan bertanya “dimana sultan?? Kemudian Sultan pun keluar untuk menemuinya. Namun alangkah herannya dia karena Sultan ternyata bertubuh kecil jika dibandingkan dengan dia. (ciri/kebiasaan suku Sawai memandang remeh orang lain walaupun seorang pejabat sekalipun) Menurutnya seorang sultan adalah orang yang bertubuh besar, kekar dan garang, sambil terus menggoyang-goyangkan kakinya dia berkata“Sultan kong pe kacil begitu.. karena sudah paham karakter Suku ini, Sultan pun berucap Sawai wai-wai
Dalam versi yang lain diceritakan bahwa Legae Cekel adalah anak tertua Sultan Tidore yang sengaja dikirim untuk menetap dan membimbing Suku Sawai yang terkenal sangat kejam ini. Namun belum jelas anak dari sultan siapa dan pada tahun berapa beliau pernah ada.
Konon Legae Cekel dapat merubah diri menjadi raksasa agar dapat mencapai seluruh dataran halmahera. Bukti ini dikuatkan dengan temuan beberapa tapak kaki raksasa dibeberapa daerah, misalnya di pertengahan hutan dari Kobe Kulo Kec. Weda Tengah Kab. Halteng dan Desa Ekor Kec. Wasile Kab. Haltim. Tapak kaki ini terdapat pula di salah satu desa di sekitar Desa Saketa Kec. Gane Barat Kab. Halmahera Selatan
Dikisahkan bahwa setiap kali akan mencari nafkah, Legae Cekel merubah dirinya menjadi Raksasa dan mulai menyusuri belatara Halmahera, mulai dari utara hingga selatan, dari timur hingga ke barat. Pernah suatu ketika, dia dimintai istrinya untuk mengambil daun rumbia untuk dijahit sebagai atap rumah karena atap rumah mereka sudah mulai bocor. Tetapi untuk mengambil daun rumbia Legae Cekel berjalan hingga ke daerah sekitar Gane Barat, saking kesalnya karena lama menunggu sang suami tak kunjung pulang dan berharap daun rumbia yang diambil hanya dibelakang kebun mereka (Hutan Rumbia di daerah Weda dan Kobe), begitu Legae Cekel tiba di rumah dengan membawa seikat kecil daun rumbia, “ ambe katu pe sadiki itu saja kong pe lama!! Dengan muka agak masam. Tiba-tiba Legae Cekel membanting ikatan daun itu disamping istrinya dan secara ajaib daun-daun rumbia itu berhamburan saking banyaknya hingga menutupi seluruh tubuh istrinya.
Ziarah ke makan yang dipercaya sebagai kuburan Legae Cekel, pernah Penulis dan rekan-rekan lakukan pada bulan Maret 2010. lokasi Makam terletak + 3 km di belakang SP III Transmigrasi Kobe Kulo. Berada diatas sebuah bukit yang dikelingi hutan yang masih alami. Perjalanan menyusuri hutan dan menikmati kicauan burung adalah pengalaman tak terlupakan yang pernah kami lakukan. Namun kemudian kami diingatkan oleh pemandu (turunan Legae Cekel) bahwa lokasi di sekitar makam Legae Cekel ini sering dilalui oleh Suku Tagutil (suku terasing Halmahera) sehingga para peziarah harus berhati-hati. Agar terhindar dari bahaya saat bertemu dengan Suku Tagutil ini, disarankan agar pemadu yang membawa para peziarah mampu berbahasa Tobelo (bahasa Suku Togutil) untuk dapat menjelaskan maksud dan tujuan rombongan yang dibawa.
Sedangkan bekas Tapak Kaki Legae Cekel berada + 20 km dari lokasi Makam. Diceritakan oleh penduduk desa Lelilef, setiap peziarah atau orang yang kebetulan melewati lokasi Tapak Kaki ini disarankan untuk menutupnya dengan daun, karena Tapak Kaki ini dikeramatkan dan bertuah. Dianjurkan untuk tidak mengukurnya dengan kaki atau membanding-bandingkan besarnya dengan tapak kaki peziarah yang singgah di tempat tersebut. Bahkan jika ada orang yang berziarah ke tempat ini, akan ada petir dan guntur yang dilihat dan didengar diatas lokasi ini oleh penduduk desa Lelilef sebagai pertanda bahwa ada orang yang singgah atau melewati Tapak Kaki Legae Cekel.
Sampai saat ini rupa dan bentuk fisik Legae Cekel tidak dapat digambarkan, namun untuk mengenang dan mengenalnya biasanya disimbolkan dengan Tapak Kaki Kiri sesuai dengan bentuk tapak kaki yang dikeramatkan tersebut.
Pak, adakah foto-fotonya jejak Cekel ?
ReplyDeletepak Subhan. Membuat mitos jadi legenda, kemudian telaah mendalam sehingga legenda tersebut ternyata jadi sejarah (kemasyarakatan) merupakan suatu kerja cerdas dan membutuhkan banyak energi. Mudah-mudahan orang muda Halmahera (Tengah) akan bisa melakukan langkah-langkah tersebut dengan baik.
ReplyDelete